Makna Sebuah Dekapan

tribute to my one and only uni nai

Tan Himada
2 min readJan 12, 2024

Aku berjalan menunduk sembari memegang minuman matcha dengan lapisan silky cream di atasnya.

Merenungi apa saja yang kulakukan hari ini.

apakah aku berbuat kesalahan?

apa aku ada salah bicara tadi?

apakah ada chat penting yang belum kubalas?

Di persimpangan, Aku menangkap sesosok siluet yang kukenal. Berusaha menghampirinya diam-diam dan berharap (semoga) ia belum menyadari keberadaanku.

Tak sampai beberapa detik, dia menengok lurus ke arahku, dan kami bertukar pandang.

Sontak melempar senyum simpul bersamaan.

Siluet berpakaian coklat dengan helm yang masih melekat di kepala itu, langsung melompat-lompat kecil dengan senyum penuh seri.

hap!

"Ciye, yang abis UTS sama UAS susulan!" soraknya tanpa malu.

aku..

..dipeluknya.

Lantas, gulungan awan sedih yang menggelayut sedari tadi menguap, lalu berganti mentari cerah.

Aku terkejut–dan senang–sambil hati-hati memastikan minumanku tak tergelincir dari genggaman.

"Aaaaaaaaaa makasi, Uniii!" Aku membalas pelukannya.

"Gimana tadi? Btw Aku juga di gedung C dari tadi, tapi Aku di FTI," tanya karibku ramah.

"HUAAAAAA," ku lepaskan bebanku,

"Udah kelewat batas sih menurutku, masa Aku diminta besok langsung ngejar 3 bimbingan, trus lusanya sempro. Dah gila tuh beliau," paparku manyun.

"Kamu di kos sendiri sekarang? Temen kosmu dah pulang belom?"

Aku bertanya balik.

"Udah dari sebelum tahun baruan, woy," ledeknya.

...oiya, aku baru ingat ada janji pergi tahun baruan dengannya..

"Trus kamu jadinya tahun baruan sama siapa?" balasku dengan tanya–untuk menutupi rasa bersalah.

"Sendirian aja, di kamar kosan," cengirnya.

"Hooo," ucapku ber-ooh panjang,

"Masih lama gak? Ngobrol sambil duduk yuk. Gimana?" tawarku.

"Oooh, Aku nungguin Robi sih, masih di atas dia," ucapnya sembari menunjuk ke arah lantai 2 gedung swalayan di perempatan.

***

Kami setuju duduk dan bertukar cerita hingga bulan menggantung di langit kelam Lampung.

Tak berapa lama, Robi keluar. Topik obrolan berganti-ganti. Mulai dari membicarakan satu-dua hal terkait teman dekat kami, berusaha bertukar informasi dan mendiskusikan apa-apa yang salah dengan kami, bercerita terkait progress penelitian kami, hingga rencana setelah kami lulus dari jurusan ini.

Tidak sampai 10 menit, kami setuju berpamitan sembari berjanji untuk bertemu satu sama lain lagi, sebelum masing-masing kami 'terpisah jalan' nanti.

***

Kepadamu,

Pelukan singkat itu adalah hadiah terbaik untukku–yang sudah letih dan ingin menyerah dengan dirinya ini.

Bagimu mungkin itu enteng, tapi hey, kamu baru saja memberikan 'harapan untuk hidup' di malam ini–dan seseorang itu ingin berterimakasih.

Tulisan singkat ini adalah hadiah untukmu yang tidak memandangku hina, payah, rendah, jijik, tak pantas, dan 'tercecer' dari yang lain.

Terimakasih sudah menganggapku 'ada'. Sungguh, terimakasih.

Aku tak pandai mengutarakan kata-kata manis,

tapi jika suatu saat kamu menemukan susunan kalimat-kalimat ini,

maka izinkan 1 kalimat ini tersampaikan padamu:

"Terimakasih sudah ada di dunia dan terimakasih sudah mau berjuang bersama, Sanak."

--

--

Tan Himada

seorang eksil dalam mayapada asing; wrote: tour to the Netherworld, shortly.